Jumat, 10 Oktober 2014

KASUS BISNIS YANG TAK BERETIKA

 NAMA   :   ANISA RIZKY AMALIA

KELAS   :   4EA06

NPM       :   10211925

 

Analisis Kasus Penyimpangan Etika Bisnis (Studi Kasus : PT. Lapindo Brantas, Sidoarjo)


Banjir lumpur panas Sidoarjo atau Lumpur Lapindo, merupakan peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sejak 29 Mei 2006. Tragedi “Lumpur Lapindo” dimulai pada tanggal 27 Mei 2006. Peristiwa ini menjadi suatu tragedy ketika banjir lumpur panas mulai menggenangi areal persawahan, pemukiman penduduk dan kawasan industry. Hal ini memberikan akibat buruk bagi warga sekitar seperti :
1.       Genangan lumpur setinggi 6 meter pada pemukiman
2.       Total warga yang di evakuasi lebih dari 8.200 jiwa
3.       Rumah/tempat tinggal yang rusak sebanyak 1.683 unit
4.       Areal pertanian dan perkebunan rusak hingga lebih dari 200 ha
5.    Lebih dari 15 pabrik yang tergenang menghentikan aktivitas produksi dan merumahkan lebih dari 1.873 orang
6.       Tidak berfungsinya sarana pendidikan
7.       Kerusakan lingkungan wilayah yang tergenangi
8.       Rusakknya sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan telepon)
9.       Terhambatnya ruas jalan tol Malang-Surabaya yang berakibat pula terhadap aktivitas produksi di kawasan Ngoro (Mojokerto) dan Pasuruan yang selama ini merupakan salah satu kawasan industry utama di Jawa Timur
 
 
Analisis Dari Segi Etika Bisnis Mengenai Lumpur Lapindo :
Dari uraian kasus diatas diketahui bahwa kelalaian yang dilakukan PT. Lapindo Brantas merupakan penyebab utama meluapnya lumpur panas di Sidoarjo, akan tetapi pihak Lapindo malah berdalih dan enggan untuk bertanggung jawab. Jika dilihat dari sisi etika bisnis, apa yang dilakukan oleh PT. Lapindo Brantas jelas telah melanggar etika dalam berbisinis. Dimana PT. Lapindo Brantas telah melakukan eksploitasi yang berlebihan dan melakukan kelalaian hingga menyebabkan terjadinya bencana besar yang mengakibatkan kerusakan parah pada lingkungan dan social.
Eksploitasi besar-besaran yang dilakukan PT. Lapindo membuktikan bahwa PT. Lapindo rela menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan. Dan keengganan PT. Lapindo untuk bertanggung jawab membuktikan bahwa PT. Lapindo lebih memilih untuk melindungi asset-aset mereka daripada melakukan penyelamat dan perbaikan atas kerusakan lingkungan dan social yang mereka timbulkan.
Hal yang dilakukan oleh PT. Lapindo telah melanggar prinsip-prinsip etika yang ada. Prinsip mengenai hak dan deontology yang menekankan bahwa tiap manusia berhak atas lingkungan berkualitas, akan tetapi dengan adanya perisyiwa lumpur panas tersebut, warga justru mengalami dampak kualitas lingkungan yang buruk. Sedangkan perspektif utilitarisme menegaskan bahwa lingkungan hidup tidak lagi boleh diperlakukan sebagai suatu eksternalitas ekonomis. Jika dampak atas lingkungan tidak diperhitungkan dalam biaya manfaat, pendekatan ini menjadi tidak etis apalagi jika kerusakan lingkungan dibebankan pada orang lain. Akan tetapi, dalam kasus ini PT. Lapindo justru mengeruk sumber daya alam di Sidoarjo untuk kepentingan ekonomis semata, dan cenderung kurang melakukan pemeliharaan terhadap alam, yang dibuktikan dengan pengehematan biaya operasional pada pemasangan chasing, sehingga menimbulkan bencana yang besar.
Prinsip etika bisnis mengenai keadilan distributive juga dilanggar oleh PT. Lapindo, karena perusahaan tidak bertindak adil dalam hal persamaan, prinsip penghematan adil dan keadilan social. PT. Lapindo pun dinilai tidak memiliki kepedulian terhadap sesame manusia atau lingkungan, karena menganngap peristiwa tersebut merupakan bencana alam yang kemudian dijadikan alas an perusahaan untuk lepas tanggung jawab. Dengan segala tindakan yang dilakukan oleh PT. Lapindo secara otomatis juga berarti telah melanggar etika kebajikan.
Hal ini membuktikan bahwa etika berbisnis yang dipegang oleh suatu perusahaan akan sangat mempengaruhi kelangsungan suatu perusahaan. Dan segala macam bentuk pengabdian etika dalam berbisnis akan mengancam kemanan dan kelangsungan perusahaan itu sendiri.
 source :
 
 
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar